Membangun Kenangan dan Karakter Anak melalui Lagu

Cobalah ingat-ingat, lagu apa yang biasa orang tua Anda nyanyikan saat Anda kecil?
Coba ingat-ingat liriknya, ingat-ingat ekspresi orang tua Anda ketika menyanyikan lagu itu.
Apa yang Anda rasakan?

Instruksi dan pertanyaan yang sama ini kami lontarkan beberapa kali ketika mendapat kesempatan untuk berbagi tentang “Mendidik dan Mengembangkan Anak dengan Memanfaatkan Musik”. Biasanya, tanggapan orang dewasa yang menjadi peserta tampak dari perubahan raut wajahnya. Ada yang tampak bahagia, ada pula yang tampak terharu. Tak jarang kami mendapat cerita  keharuan mereka mengingat orang tua yang sudah meninggal. Selain lirik lagu dan ekspresi mendiang orang tua mereka, mereka juga masih dapat mengingat suara orang tua mereka. Inilah salah satu “kesaktian” musik – membangun kenangan positif anak akan orang tua.

Berbagai manfaat musik telah diteliti sejak lama, bahkan banyak orang percaya bahwa musik memiliki efek yang sedemikian dahsyat sehingga, melalui beragam penelitian, terciptalah aneka jenis terapi yang memanfaatkan musik. Sesungguhnya setiap orang dapat memanfaatkan musik apabila kita mau mencari lebih jauh sejumlah penelitian tentang musik. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa musik mempengaruhi kemampuan dan emosi anak. Pound dan Harrison (2003) menyatakan musik menunjang aspek kognitif, konsep diri, kemampuan sosial, dan regulasi (pengelolaan) emosi. Mereka juga menyatakan musik dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan berbahasa pada anak yang mengalami hambatan komunikasi. Pembelajaran bahasa dianggap paling efektif bila melibatkan eksploitasi musik. Anak yang belum memahami pola timbal-balik dalam percakapan (kapan harus diam, kapan mendengarkan, dan kapan bicara) seringkali mendapat petunjuk dalam konteks lagu. Musik juga menyediakan kesempatan kepada anak untuk berlatih memahami suara dan mengucapkan kata atau frasa dengan artikulasi yang tepat.

Konon, mendengarkan musik merupakan salah satu hal paling kompleks yang dapat dilakukan otak manusia. Berbagai bagian otak bekerjasama untuk memahami aspek musik. Musik juga berhubungan dengan emosi dan memori, sehingga mendengarkan musik dapat memicu ingatan pada situasi tertentu dan memberi efek emosi pada pendengarnya. Ini juga bisa dilihat ketika seseorang diminta mengingat peristiwa traumatis yang dialami. Kemungkinan besar ia akan menggambarkan situasi yang didengarnya. Selanjutnya, ketika seseorang tak hanya menjadi pendengar namun juga ikut terlibat bermusik, maka otak turut terstimulasi secara kompleks. Inilah yang membuat Anda bereaksi terhadap pertanyaan di awal artikel ini.

Sayangnya, hasil penelitian tentang manfaat musik belum banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Musik dianggap hanya hiburan semata bahkan, lebih parah lagi, dianggap sebagai komoditas industri saja sehingga belum digunakan untuk mendidik dan mengembangkan anak. Padahal musik adalah materi yang menyenangkan bagi anak. Hampir tidak ada anak yang tidak menyukai musik, walaupun bisa saja ia tidak nyaman dengan elemen tertentu dalam musik yang didengarnya. Yang dimaksud dengan elemen adalah ritme, melodi, dinamika, volume, harmoni, timbre, dan form. Oleh karena itu, pentinglah bagi kita sebagai orang tua agar menjadi lebih peka saat memperdengarkan berbagai jenis musik dan melihat reaksi anak. Ketika memilih musik, orang tua sepatutnya mempertimbangkan kesesuaiannya dengan perkembangan anak. Untuk anak yang lebih kecil, perdengarkanlah lagu sederhana dan pikirkan kepekaan anak terhadap besar-kecilnya volume serta frekuensi suara dari alat yang digunakan.

Lirik dianggap sebagai aspek ekstramusikal oleh beberapa ahli musik, namun lirik juga menjadi penting ketika kita menggunakan musik saat beraktivitas bersama anak. Mengingat kekuatan musik, suatu kata atau kalimat menjadi lebih mudah diingat anak ketika disandingkan dengan musik. Oleh karena itu, pemilihan topik lirik yang dilagukan perlu disesuaikan dengan tingkat pemahaman bahasa anak. Di jaman sekarang, kita sering menemukan anak kecil yang menyanyi lagu berlirik dewasa, seperti percintaan atau perselingkuhan. Hal ini patut disayangkan mengingat topik itu terlalu rumit untuk dipahami dan dihayati anak. Lirik dalam musik dapat berfungsi sebagai pelajaran yang kuat bila memang dibuat dengan tujuan pendidikan. Musisi Herbie Hancock menyatakan bahwa musik menyampaikan pesan dari satu hati ke hati lain dengan memangkas (bypass) prosedur kinerja otak.  Selain lebih mudah diingat, sekumpulan kata yang disampaikan dengan menggunakan musik juga menjadi lebih bermakna; karena yang disampaikan bukan sekadar arti kata, melainkan juga emosi yang terkandung dalam rangkaian kalimat. Ini juga yang membuat kita dapat dengan mudah merasa begitu dekat dengan satu atau dua  buah lagu yang menurut kita begitu sesuai dengan apa yang tengah kita rasakan.

Bapak Psikologi Indonesia, Prof. Slamet Iman Santoso, berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah membantu anak mengenali nilainya di masyarakat. Artinya, tujuan pendidikan bukan sekadar skor ujian dan seberapa banyak ia hafal pelajarannya, namun lebih kepada bagaimana ia akan dapat mengenali kemampuannya, mengenali kesempatannya di mata masyarakat, dan bagaimana ia dapat berperan dalam kesempatan yang tersedia. Singkatnya, pendidikan merupakan senjata untuk beradaptasi. Untuk itu, mempertahankan minat anak terhadap pendidikan merupakan hal yang lebih penting untuk dilakukan dibandingkan sekadar menyuruh anak belajar. Upaya menumbuhkan dan mempertahankan  minat membutuhkan strategi yang halus dan tak bisa dipaksakan. Bagaimana anak bisa senang belajar kalau ia dipaksa? Di sinilah musik dapat berperan. Mengenalkan beragam bidang ilmu pada anak dengan musik sebagai pengantar, yang lalu ditindaklanjuti dengan diskusi ataupun bersama-sama mencari informasi tentang bidang yang dinyanyikan, dapat menjadi alternatif.

Masih terkait dengan pendidikan dan pengembangan anak, lirik dalam lagu idealnya dapat menjadi salah satu alat untuk meneruskan dan melestarikan pesan-pesan. Lirik bahkan dapat menjadi salah satu cara untuk meneruskan nilai budaya suatu daerah atau kearifan lokal. Perhatikanlah betapa pesan dari lagu tradisional di berbagai daerah dapat memuat beragam nilai sesuai budaya masing-masing daerah. Di satu daerah, perjuangan membela negara dan agama menjadi tema utama; sementara di daerah lain, pesan untuk selalu jujur dan bijaksana disampaikan dari orang tua ke anak secara turun-temurun melalui lirik lagu. Kearifan lokal yang diturunkan inilah yang menjadi cikal-bakal karakter anak. Oleh karena itu, mempertahankan lagu-lagu tradisional adalah hal penting; dan lebih penting pula untuk tak sekadar menyanyikan lagu-lagu tradisional, namun juga menggali dalam-dalam makna dari lagu-lagu tersebut, lalu menjadikannya sebagai awal untuk mengajak anak menginternalisasi makna tersebut dan menjadikan nilai-nilai positif sebagai acuan hidupnya.

Di tahun 2013, kami berdiskusi dengan Pak Zainoel Biran, seorang psikolog senior yang tahu aktivitas kami dalam Gerakan Peduli Musik Anak. Atas hasil diskusi mengenai pendidikan karakter anak masa kini, beliau mendorong kami untuk menciptakan sebuah lagu terkait hal ini, dan terciptalah lagu berikut:

 Tiga Kata Istimewa
Ciptaan: Ribut Cahyono/Karina Adistiana

Terimakasih aku ucapkan, bila ku dapat pemberian
Tolong-tolong akan ku katakan, bila ku harap bantuan
Maaf, aku mohonkan, bila ku lalai mengganggu.

Terimakasih, tolong dan maaf
Tiga kata istimewa buat hidup kita
Terimakasih, tolong dan maaf
Tiga kata buat hidup istimewa.

Lagu ini kemudian kami ajarkan pada para orang tua untuk bekal dinyanyikan bersama dengan anak. Ada hal yang menarik dari sejumlah pertemuan yang kerap kali tak disengaja dengan beberapa orang tua yang pernah mendengar dan belajar lagu ini. Kami mendengar pengakuan mereka bahwa lagu ini pun mengingatkan mereka kembali untuk mengucapkan terima kasih, tolong, dan maaf. Selain itu, mereka bukan hanya menjadikan ketiga kata tersebut sebagai kebiasaan saja, namun mereka kemudian menyadari bahwa ketiga kata ini memiliki makna yang penting. Bukan sekadar sopan-santun, namun juga menunjukkan rasa saling menghargai.

Sesungguhnya banyak lagu semacam ini telah ada di masa lalu. Lagu-lagu tersebut ada dalam tradisi-tradisi yang berkembang di daerah, bahkan bukan sekadar dinyanyikan, namun lagu bermuatan pesan positif dan peribahasa menjadi pengantar berbagai kegiatan. Di Jawa Tengah, misalnya, istilah “dolanan” merupakan kegiatan bermain anak-anak yang kerap diiringi lagu yang bermuatan budi-pekerti.

Kami perlu menekankan bahwa acuan untuk menilai lirik dan musik adalah nilai-nilai positif, dan di sinilah peran orang dewasa menjadi penting. Mencari tahu makna lirik, melihat kesesuaiannya dengan kehidupan anak, serta memanfaatkannya untuk mendidik anak merupakan hal-hal penting untuk dilakukan. Sesungguhnya kita yang orang dewasa inilah yang punya peran sebagai pendidik. Kita yang sudah memiliki kematangan berpikir diharapkan dapat menjadi pemandu bagi anak dalam pendidikan karakternya.

Refleksi 100 tahun Pak KatnoPendidikan atau edukasi berasal dari kata latin educare atau educatio yang berarti “mengeluarkan” atau “memunculkan”. Biasanya konsep ini dikaitkan dengan memunculkan potensi (bakat) dan keterampilan anak. Namun demikian, kami percaya bahwa setiap anak terlahir bak “kertas putih” (tabula rasa) sehingga bagaimana ia berperilaku tergantung juga pada pendidikan yang diterimanya. Oleh karena itu, kami juga percaya bahwa “kertas putih” ini perlu diisi atau diwarnai dengan pendidikan karakter. Sayangnya, pendidikan seringkali diartikan secara sempit sebagai sekolah semata. Padahal pendidikan selayaknya berlangsung di semua tempat, dan beragam pengalaman dapat menjadi sumber belajar bagi anak. Setiap orang (yang merasa sudah) dewasa sepatutnya juga menyadari bahwa mereka berperan menjadi sumber belajar bagi anak, walaupun ia bukan guru di sekolah formal.

Apabila makna belajar adalah memberi makna pada pengalaman, maka alangkah menyenangkannya jika orang tua dapat menjadi sumber pengalaman yang bermakna ini. Alangkah menyenangkannya jika kita dapat membangun kenangan baik bersama anak, dan di saat yang sama kita juga menjalankan pendidikan karakter untuk membantu anak kita beradaptasi. Sesungguhnya ada banyak hal yang lebih penting daripada pitch control ketika kita berbicara atau menyanyi bersama anak. Oleh karena itu, tidak perlu ragu lagi menyanyi untuk anak dan bersama anak. Jangan bersembunyi di balik alasan “Suara saya jelek”. Kita ini orang tua, kita ini guru, kita ini pendidik. Kita bukanlah penyanyi yang mencari uang melalui suara, namun kita menyanyi untuk meneruskan pesan-pesan baik pada anak agar mereka dapat menjadi pelestari nilai-nilai positif bangsa dan menjadi orang yang kelak dapat menentukan sendiri posisinya di masyarakat – dengan kata lain, anak mampu beradaptasi. Sangatlah disayangkan bila hanya karena ragu pada suara kita sendiri, kita lalu melewatkan kesempatan memanfaatkan musik yang punya peran besar dalam kehidupan. Pada akhirnya, keputusan ada di tangan para orang tua, guru, dan siapapun orang dewasa yang menyadari perannya sebagai pendidik anak. Mari kita pilah dan pilih musik yang sesuai perkembangan anak, serta mari kita menyanyi untuk anak dan menyanyi bersama anak.

Posted in Lokakarya and tagged , , , , , .

Inisiator Peduli Musik Anak