Tak kalah dengan Eropa dan Amerika yang sejak awal abad 19 memiliki konsep nursery rhymes, Indonesia memiliki konsep pemanfaatan lagu “Dolanan” di masa Ki Hajar Dewantara (KHD). Konsep ini menyangkut pemanfaatan musik sebagai alat pengasuhan dan alat pendidikan awal (pra-literasi) terutama berkaitan dengan pewarisan nilai dan budaya. Sampai saat ini, nursery rhymes terus menjadi bagian dalam kurikulum musik maupun pelajaran lain di dunia pendidikan manca negara. Sedangkan di Indonesia, konsep semacam ini hanya berkembang sampai akhir tahun 70an dengan materi lagu-lagu diciptakan tokoh pendidik Pak Kasur dan A.T. Mahmud (yang berlatar belakang pendidikan anak usia dini), dan tidak pernah dimaknai lebih jauh dalam kurikulum pendidikan. Kategori ‘Lagu Anak’ kemudian lebih berkembang sebagai produk seni dan budaya dalam konteks hiburan semata, dengan pendekatan komoditas industri. Singkatnya, musik belum optimal digunakan sebagai alat pelestari kebudayaan dan kearifan lokal di Indonesia.
Melalui program “SILA KELOLA”, YPMAI mengusulkan pemanfaatan lagu anak dengan pendekatan paradigma pendidikan dan budaya, seperti digiatkan Taman Siswa pada masa KHD (bersama tokoh tembang dolanan anak Ki Hadi Sukatno). Konsep serupa mendasari masuknya pendidikan musik dalam kurikulum pendidikan Amerika pada masa peralihan abad 19 ke 20 (Hash, M. (2008): “Character Development and Social Reconstruction in Music Education at the turn of the Twentieth Century”. Calvin College Grand Rapids, Michigan). Kami percaya, musik akan membantu mempermudah anak memahami dan memaknai kekayaan budaya Indonesia. Keragaman etnis dan kepercayaannya, hasil bumi, kreasi manusia yang rumit, adalah contoh topik kompleks yang perlu dipelajari anak sejak dini, dan dapat dipermudah dengan pemanfaatan lagu. Dalam lingkup keluarga, metode ini diharapkan dapat menjadi pembekalan untuk menentukan dan memupuk nilai positif pada anak sesuai budayanya. Selain topik dalam lirik, aneka bunyi, suara dan cengkok yang khas dalam lagu anak daerah turut memperkuat pesan dan pemaknaan budaya.
Kegiatan dalam program ini meliputi:
- Pendataan/pemetaan lagu anak khas daerah yang kontekstual, berhubungan dengan kearifan lokal;
- Reproduksi, pendokumentasian, dan pengembangan/pembuatan lagu anak lokal;
- Penyebaran lagu anak khas daerah untuk kepentingan materi pendidikan terkait keberagaman dan pelestarian budaya.
Melalui ketiga langkah kegiatan ini, kami berharap masyarakat dapat lebih terbuka wawasannya dalam mengenal isu dan permasalahan serta kearifan lokal daerahnya sendiri maupun daerah lain dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Kegiatan ini juga diharap dapat memperkaya produk budaya yang kontekstual, serta menghidupkan kembali lagu anak sebagai bagian dari budaya lisan untuk dimanfaatkan secara luas dalam pengasuhan keluarga, maupun lingkup pendidikan (formal, informal, nonformal).
Program ini sedang kami usulkan ke dalam program FBK 2022 Kemendikbud RI untuk 3 daerah prioritasnya. Program serupa sudah pernah kami giatkan di Seram Bagian Barat, Maluku (2014, menghasilkan lagu “Manisnya Persahabatan Indahnya Perdamaian” karya Forum Anak Komunitas Lappan-Kairatu, SBB) dan Aceh (2017, menghasilkan Album lagu anak “Ayo Siaga Bencana!” bekerjasama dengan Dir. PRB-BNPB), tentunya terbuka pula untuk diterapkan oleh pemerintah daerah ataupun komunitas lokal di seluruh Nusantara yang memiliki visi misi pemenuhan hak anak dalam pendidikan, sesuai program ini.
Untuk info lebih lanjut, hubungi info@pedulimusikanak.or.id